Berbakti, Berkarya, Berarti

web hosting indonesia

KPK

detotabuan.com
Oleh: Niza Jauza
Siapa yang tak mengenal dengan kata KPK...??? Apa  yang terbersit dalam pikiran kita ? hhhmmm...pasti Komisi Pemberantasan Korupsi yaa.. sebuah nama yang populer seantero Indonesia yang sering disiarkan lewat layar televisi.

Tahukan keberadaan, fungsi dan tindak-tanduknya yang selalu melawan, memerangi, menyelidiki para kandidat koruptor di negeri kita ini. KPK bukan hanya  menangkap para koruptor kelas hiu dan kakap bahkan kelas teri pun ikutan diseret ke meja hijau. Untuk duduk dikursi kesakitan dan akhirnya menginap di hotel prodeo.



Kejahatan pelaku korupsi juga tidak hanya terjadi di Senayan saja, bahkan sekarang juga telah memasuki daerah-daerah kecil seperti kabupaten, kecamatan ,kelurahan sampai ke RT dan RW nya. Waaahhh...benar-benar mewabah nih.

Berbicara tentang KPK aku pun pernah berurusan dengan kata KPK begini ceritanya :
Kala Itu sedang asyik-asyiknya makan es sop buah di tempat parkiran Kantor Pos Cianjur depan MA (Mesjid Agung) ketika itu matahari seperti ada lima memantulkan sinar dan membuat siapapun di jamin bakalan kepanasan. Tiba-tiba aku dikagetkan oleh suara yang tidak begitu merdu didengar bila dia sudah melantunkan sebuah lagu dangdutnya. Seorang teman yang sama-sama bergabung dalam komunitas yang dinamakan Forum Lingkar Pena (FLP).

“Hey.. Assalamu’alaikum,” sapa Uci padaku.
“Wa’alaikumsalam...” jawabku sambil cipika-cipiki dan mempersilahkan berbagi tempat duduk di bangku kayu yang panjangnya tidak sampai tiga meter.
“Sendirian aja nih, Neng...” tanya Uci yang kemarin baru saja disahkan sebagai anggota FLP setelah hasil dari oprek (open recquitment) ke Curug Batlem, sama juga sih dengan status aku yang juga baru bergabung dengan keluarga ini.
“iya.. nih, maklum baru pulang dari PDAM jadi Cinderella dulu disuruh Ibu bayarin tagihan PAM. Emang Uci dari habis dari mana gitu?” jawabku sambil masukin potongan buah campuran ke mulut.
“Oowwh...Uci tadi baru dari PUSDA, Neng..”
“Rajin banget... ke PUSDA,” sindirku.
“Eeehh... kan kita ditugaskan untuk membuat cerpen sama Teh Layla dan Teh Haya.”
“Oia... uhuuukk.. uhuuukk,” sontak aku tersedak oleh sop  buah.
“Emang Neng enggak tahu...???” matanya menatap heran padaku.
“Hehee... jarang ke pekanan ngumpul, ngariung soalnya,“  aku menampakan senyum malu.
“Setiap pekanan kita ditugaskan membawa karya apa saja mau cerpen ataupun puisi dan itu pun dijadwal setiap minggunya harus ada karya yang akan dikoreksi,” pungkas Uci.

*****
Pertemuan singkat dengan uci kemarin membuatku galau. Kenapa? karena untuk minggu depan karya akulah yang akan di berantas. Berkali-kali aku dapatkan pesan singkat dari kedua orang itu sebagai petinggi di KPK untuk mengetahui coretan aku.

Tut.. tut.. tut bunyi suara pesan masuk.
Dari : 085759717xxx
“Jangan lupa yaa.. minggu sekarang dibawa karyanya,” pesan Teh Layla.
Dari :08778327xxx
“Untuk minggu sekarang yang ditugaskan membawa karya DIANTOS PISAN dihamparan MA,“ ini dari Teh Haya.

Seperti dikejar deadline otakku berpikir keras hampir sekeras batu bara yang diledakan oleh  mesin Crusher berkekuatan tinggi, dhuuuuaaarr......! Tahap pertama katanya mencari sebuah ide dahulu. Hampir setengah jam tak jua aku temukan. Tahap kedua mencoba baca-baca dulu cerpen karya orang terkenal seperti : Mbak Asma Nadia, Tasaro, Helvy Tiana Rosa dkk. Namun alhasil aku jadi keasyikan dan hari itu aku tak membuat cerpen.

*****
Hal yang paling memalukan ketika ditanya KPK adalah barang bukti. Iya, setumpukan keras-kertas file berisi rincian yang kita perbuat tercatat dan nama kita tercantum di sana bagus tidaknya tergantung kita dalam hal merangkai kata dan cerita.

“Mau hadir gak kepekanan hari ini?” sms Uci menyadarkan aku ternyata  sekarang sudah hari Minggu lagi, padahal aku belum membuat karya satu lembar pun, hadir gak yaa.. hadir.. tidak... hadir.. tidak... tidak.. hadir huuupppsss. Jadi bingung karena merasa belum menyelesaikan tugas yang diperintahkan KPK.
Berbohong saja deh pikirku, ‘Sudah membuatnya tapi karena terburu-buru datang ke sini jadi lupa,’ itu alasannya atau belum rampung semua ceritanya. Aaakkhh, pokoknya terserah nanti deh bisik hatiku.

“Hayuu.. kenapa enggak, aku bakalan hadir, Uci,” aku kirimkan pesan balasan setelah berkompromi dengan pikiran.

Sesampainya dihamparan rumput MA sudah terlihat lingkaran yang mengumpul. Tidak terlalu banyak tapi cukuplah, memang KPK maklum belum memiliki gedung sendiri atau pun rumah bila hujan menghampiri  maka mesjidlah peneduhnya.

*****
“Karya siapa nih yang sedang diperiksa oleh KPK,” bisik ku kepada Ratna yang serius matanya melihat lembaran kertas.
“Haaah..KPK?! Apa artinya?” Ratna merasa heran mendengar kata itu.
“Hehe.. itu Komisi Pemberantasan Karya,” tuturku.
“Oooohh... tuh punya Teh Sumi.“ arah bibirnya menunjuk ke orang yang disebutkan namanya tadi.
“Mmmm....” sepakatku.
Tampak kecemasan dan ketegangan diraut wajahnya Teh Sumi diantara harap dan cemas bilamana momen yang setelah karyanya lengser di bacakan maka komentar pun bertaburan disertai kritikan dan saran menyimpulkan kata “Habislah kamu!” eh, enggak segitunya kaliii yaaa...
“Teh Neng... dibawa gak karyanya?” tagih Teh Layla.
“Hehe... aaaddduuhhh... lupa Teh Layla insya Allah deh minggu depan yaa..” tawarku
“Benar yaa.. Minggu depan awas lupa lagi,” persetujuannya.
“Yeeeessss,”  hatiku gembira.
Kan enggak mengenakan sekali berbohong setelah kata-kata yang terlontarkan menjadi beban dihati dan mambawa kata janji.

****

Layar monitor notebook masih menyala dengan kapasitas baterai masih full tapi ide untuk merampungkan tugas yang diberikan KPK Cianjur belum tuntas juga. Seandainya bisa ngomong itu notebook pasti bakalan gini,  “Hey... mau dipake gak? Gue mubazir tau baterainya!“

Otakku beku seperti bongkahan es batu yang di Kutub Selatan itu, masih belum mencair mau mengetik tentang apa dan cerita apa. Ku tatap huruf yang berjejer di Notebook. Kata apa yang pertama ku ketik untuk menghasilkan satu kalimat. Terus satu paragraf dan nantinya jadi satu cerita.

Bayangan wajah kedua orang itu (Teh Layla dan Teh Haya) terus menghantui ku bahkan sampai ke kamar kecilpun mereka ikut dan berkata “Maaaannnnaaa janji karyanya?!”  aaaakkhhhh.... tiiiiiiiiidddddaaaaaakkk.
Mereka bagaikan Abraham Samad dan Bambang Wijayanto. Taukan petinggi di KPK yang selalu hadir di layar televisi, baik lewat berita ataupun acara gosip yang sering mengejutkan rakyat Indonesia dengan kabar terbarunya tentang nama pelaku korupsi.

Tik.. tuk.. tik.. tuk detik jam terus memburuku masih menatap layar notebook yang file kertasnya masih bersih tanpa satu pun huruf, “Gimana dong, lusa giliran aku yang diperiksa oleh KPK,” rintih hatiku.
Mulai cari inspirasi, aku datangi tempat yang bukunya lumayan banyak dan itu berletak dijalan Selamet Riyadi no. 1, yaa.. aku termakan ludah sendiri setelah menyindir Uci minggu kemarin, kini aku yang duduk di sini terpaku keasyikan larut dalam beberapa buku yang ku lahap.

Dengan kata Bismillah, pada akhirnya aku mencoba menciptakan karya yang berjenis cerpen. Gampang-gampang susah sih namun tetap ada kesenangan batin. Apalagi bisa menuturkan kisah inspiratif yang dialami setiap orang.

*****
Tiba saatnya KPK periksa karya yang seminggu aku dijanjikan, sebagai tersangka selanjutnya menciut sudah hatiku pasrah dengan komentar dan saran yang akan diberikan
“Mangga, Teteh, Akang diberantas bila ada kesalahannya.”

Ketika mereka membaca cerpen yang aku sodokan, raut wajah terlihat berbeda-beda. Ada yang mengerutkan kening. Entahlah maksudnya apa, “Mungkin saja gak menarik,” pikirku.
Ada yang mengulumkan senyum. Ada juga yang datar-datar saja tuh.
“Waaaahhh... Teh Neng berhasil juga membikin cerpennya!” komentar pertama Teh Layla.
“Bagus.. bagus.. lanjutkan cerpen yang lainnya,” desak Teh Haya.
“Eeemmm, tapi masih belum benar penulisan EYD nya,” cetus yang lain.
“Terus konflik yang didalamnya enggak geregetan!” entah suara siapa itu, pelan banget soalnya.

Alhasil lega sudah karya aku hari itu ternyata tidak ada kata-kata yang menyakitkan hati apalagi menjatuhkan mental. Kritikannya membawa semangat baru untuk menciptakan karya yang seru dan bermutu. Tidak hanya itu, aku jadi bisa tahu ilmu-ilmu kepenulisan yang sepenuhnya belum aku pahami.

Itulah tugas KPK di FLP cianjur yang setiap pekanan akan memberantas karya anggotanya. Gak bakalan ada penyidik yang masuk rumah kita untuk mengintai apalagi penjara. Semuanya bagaikan keluarga yang akan memberikan masukan dan motivasi berharga dalam kehidupan kita.

Cianjur, 1 Desember 2012





0 comments:

Posting Komentar

KPK