Berbakti, Berkarya, Berarti

web hosting indonesia

Piawai Menulis Buah dari Ketekunan

Oleh: Aliansyah Jumbawuya

Penguasaan terhadap suatu keterampilan terbukti dapat memuluskan jalan hidup seseorang. Karena itu, penting bagi setiap individu untuk membekali diri dengan keahlian tertentu. Caranya bisa melalui pendidikan formal maupun otodidak.
Sebuah keterampilan, termasuk kemampuan menulis, tentu tidak diperoleh secara simsalabim, melainkan lewat proses yang cukup panjang. Tidak ada penulis yang lahir instan. Kalaupun ada yang begitu muncul langsung ‘menyentak’ jagad kepenulisan, sebenarnya tidaklah demikian. Jauh sebelumnya si bersangkutan telah menempa dirinya, hanya saja mungkin luput dari sorotan. Boleh jadi selama ini dia getol menulis, tapi tidak terpublikasikan.
Begitu pula para penulis yang sekarang kita kenal sangat produktif, mereka tidak serta‑merta piawai menulis. Dulunya juga mengalami banyak kendala, sering macet dan tersendat‑sendat saat hendak menuangkan gagasan. Namun, berkat tekun belajar, terus berlatih dan berlatih, seiring perjalanan waktu kemampuan menulis mereka pun semakin lancar.
Suatu hari, karena penasaran dengan produktivitas La Rose yang luar biasa dalam menulis dia ditanya, “Berapa lama waktu yang Anda perlukan untuk menyelesaikan satu tulisan?” Tanpa diduga dia menjawab: “15 tahun!”
Keruan saja si penanya kaget dan bingung. Sejenak kemudian La Rose pun menjelaskan, bahwa dia memang bisa merampungkan sebuah tulisan dengan mudah, hanya butuh sekian menit. Tapi untuk sampai pada tahap piawai menulis seperti itu, tidak dapat dipisahkan dari masa lalunya; bagaimana dulu susahnya ia berusaha menembus media massa. Entah berapa banyak tulisannya yang ditolak dan berakhir di tong sampah redaksi. “Untungnya, puluhan tahun silam saya tak mudah menyerah, sehingga sekarang bisa menulis dengan mudah,” kata pengarang perempuan itu pada wartawan yang mewawancarainya.
Pengalaman La Rose (alm) tersebut kiranya layak dijadikan pelajaran, terutama bagi yang merintis karir di bidang kepenulisan, bahwa kegagalan itu adalah hal yang lumrah. Mental seperti inilah yang harus dimiliki oleh calon penulis. Sebab, berapa banyak mereka yang sebetulnya potensial, tapi karena tak kuat menghadapi penolakan, terpaksa mengubur impiannya. Padahal jika dia mau bertahan, cepat atau lambat, pasti kelak akan berhasil menjadi penulis handal.
Di dunia ini tak ada hal yang lebih menentukan dari ketekunan, ujar Calvin Coolidge. Bakat tidak, sebab betapa banyak orang berbakat yang jauh dari kesuksesan. Jenius pun tidak, karena jenius yang gagal hampir ada di mana‑mana. Juga bukan pendidikan, karena di dunia ini penuh dengan pengangguran intelektual. Yang terpenting ialah ketekunan dan keteguhan hati.

Kerja Keras
Di sekeliling kita cukup banyak orang yang ahli di bidangnya masing-masing. Ada dokter yang cukup dengan meraba badan pasien ia sudah bisa menerka penyakit yang diderita. Ada perajin tikar, yang sambil bicara tanpa melihat ke bagian tangannya bisa merajut purun dengan rapi. Ada pemain sirkus yang begitu enteng melipat-lipat tubuhnya atau berjumpalitan di udara. Mungkin kita takjub dan berdecak kagum melihat kepiawaian mereka itu.
Namun perlu diingat, bahwa semua keterampilan tersebut merupakan hasil dari kerja keras. Setiap hari mereka belajar, baik dari teori maupun praktik langsung. Bahkan, ada yang dari kecil sudah mempersiapkan diri.
Sebelum sampai pada tahap ahli, terlebih dulu mereka bekerja keras. Tekun berlatih itulah kunci kesuksesan. Tak peduli sekecil apapun potensi yang dimiliki, selama punya kemauan kuat dan istiqomah, insya Allah terbuka jalan bagi terwujudnya cita-cita.
“Seandainya orang tahu betapa kerasnya usaha saya dalam mencapai tingkat keahlian sekarang, apa yang saya hasilkan tidak akan tampak begitu menakjubkan,” ungkap seorang pelukis sekaligus pematung ternama Michelangelo.
Jadi, tak usah heran jika menyaksikan seorang penulis yang sekali duduk di depan komputer bisa menghasilkan beberapa tulisan dengan kualitas lumayan bagus. Berbagai ide seolah tak habis-habisnya mengalir dari batok kepalanya. Kapan dan di mana saja ia mampu menuangkan gagasan ke dalam bentuk tulisan secara sistematis dan lancar. Tapi, tahukah kita bahwa kepiawai itu merupakan akomulasi dari kerja kerasnya selama ini?
Kemudian boleh jadi timbul perasaan ‘iri’ kita dalam pengertian positif ingin memiliki kepiawai serupa. Sah-sah saja. Kalau orang lain mampu, kenapa kita tidak? Tinggal sejauhmana kegigihan kita berusaha untuk merealisasikannya. Bayangkan, air yang dianggap lemah saja, karena setiap hari menetes di atas batu goa akhirnya berhasil melobangi benda keras itu.
Begitu pula dengan keterampilan menulis, sekiranya di asah setiap hari, sesuatu yang semula sulit, niscaya berangsur menjadi mudah.
Karena itu, jika kita serius pengin jadi penulis, maka luangkanlah waktu setiap hari buat menulis. Terserah mau menulis apa saja. Dari pembiasaan itulah kemampuan menulis kita akan meningkat.
Kayak apa pendapat dangsanak, akur juakah?
Lihat Sumbernya DISINI




0 comments:

Posting Komentar

Piawai Menulis Buah dari Ketekunan